Jumat, 25 September 2009

Multimedia untuk Berdakwah


Penggunaan Multimedia yang atraktif dan mudah dipahami membuat aplikasi ini semakin banyak dipelajari semua kalangan. Buktinya, kini hampir semua SMK yang membuka kompetensi Multimedia selalu dibanjiri pendaftar sehingga sampai diberlakukan sistem kuota supaya kompetensi yang lain tetap mendapat siswa. Multimedia bisa di aplikasikan di semua bidang yang mengedepankan layanan informasi.

Bidang keagamaan termasuk didalamnya adalah masjid merupakan lembaga yang juga menggunakan alat komunikasi sebagai media penyampai dakwah. Sehari-harinya tempat ibadah umat Islam sudah menggunakan alat pengeras suara untuk mengumandangkan adzan. Kedepannya bukan tak mungkin pengurus masjid akan mem-broadcast panggilan shalat jumat melalui sms. Sms tersebut dapat berisi informasi kas masjid, nama Khatib dan Imam Shalat Jumat, serta resume materi Khutbah Jumat.

Sang Khatib juga hendaknya menyiapkan materi khutbah Jumat dalam bentuk Slide power point ataupun yang lebih canggih menggunakan Macromedia Director. Materi ayat-ayat Al-Quran dapat ditampilkan langsung kepada jamaah, sehingga jamaahpun dapat mempelajari kandungan Al-Quran dengan lebih dalam. Bila perlu disertai ilustrasi gambar maupun video yang mendukung isi khutbah untuk menghilangkan kebiasaan ngantuk saat mendengarkan khutbah jumat. Jamaah akan merasa senang ketika mendapatkan gambaran visual tentang apa yang sedang dibicarakan. Misalnya gambar mulut gua hira’ tempat Rasulullah Muhammad SAW pertama kali menerima wahyu Al-Qur’an. Juga peta yang menggambarkan perjalanan Rasul saat hijrah, dsb. Media dakwah berbasis multimedia ini juga bisa dikolaborasikan dengan internet, sehingga jamaah dapat mendownload materi khutbah.

Meskipun bertujuan baik, namun mungkin ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan sebelum menggunakan aplikasi multimedia untuk berdakwah. Diantaranya adalah biaya operasionalnya yang masih tinggi, kemudian kemungkinan juga terdapat resistensi dari ulama yang tidak membolehkan masjid menjadi seperti gedung bioskop dimana orang datang hanya untuk menonton saja. Adanya hukum yang mengatur penggambaran wujud makhluk hidup juga harus menjadi pertimbangan dalam implementasi sistem. InsyaAllah jika Multimedia dipakai untuk menyampaikan kebaikan, maka hasilnya juga memberi berkah bagi manusia dan alam semesta.
- 9 Juni 2009

Sumber :
Bhanu
http://www.pakbhanu.com/multimedia-untuk-berdakwah/
25 September 2009

Jumat, 18 September 2009

Jumlah Rakyat Indonesia Pro Syariah Turun, Indikasi Melemahnya Dakwah Islam


Tikaman belati kelompok liberalisme pemikiran Islam mulai dirasakan menggerogoti kehidupan keislaman muslimin Indonesia. Keberadaan pemikiran kaum liberal ini menjadi kanker bagi Islam dan umat Islam. Indikasi ini, secara umum, bisa terlihat dari sedikitnya dukungan rakyat Indonesia terhadap capres-capres yang mengusung anti liberalisme baik secara kultur, ekonomi, dan keagaamaan.

Tim Mega-Pro yang mengusung konsep ekonomi kerakyatan dan menyatakan perlawanannya atas "penjajahan budaya barat" di Indonesia ternyata tidak memperoleh dukungan yang signifikan. Bahkan, mereka harus merelakan wilayah Solo yang terkenal dengan basisnya ke tangan capres terpilih, SBY.

Sementara tim Jk-Wiranto yang menelurkan isu jilbab dan anti-Ahmadiyah sebagai simbol pro-legalisasi syariah Islam (menurut para pendukungnya) memperoleh dukungan yang sepi, kalau tidak mau dikatakan gagal total.

Padahal, dalam sebuah survey, disebutkan bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat menghargai nilai-nilai relijiusitas. Indonesia merupakan negara yang 9 dari 10 orang rakyatnya menyatakan bahwa "Agama mempunyai sebuah peranan yang vital dan penting dalam kehidupan sehari-hari." demikian ungkap sebuah survey.

Temuan itu sampai kini masih tidak berubah. Hanya saja, banyak sinyal-sinyal yang mengindikasikan bahwa negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ini mulai mengalami proses penurunan ketaatannya dan kehilangan nilai-nilai religiusitasnya.

Pelan tapi pasti, berikut ini buktinya. Pada bulan Maret 2008, mayoritas penduduk Indonesia masih menyatakan hukum Islam harus diterapkan sebagai sebuah sistem kenegaraan yang formal.


Penegakan syariat Islam dianggap memberikan hal yang positif dan lebih baik daripada sistem hukum yang lain. Sebuah survey menyatakan bahwa 52 persen penduduk Indonesia dan 55 persen muslim Indonesia meyakini bahwa Hukum Islam atau Hukum Syariat harus diimplementasikan di Indonesia. Namun, pada kisaran bulan Juni 2009, jumlah persentase tersebut turun hanya menjadi 42 persen saja yang menyatakan bahwa Islam adalah pilihan terbaik dan 43 persen muslim saja yang berkeyakinan seperti ini.

Indikasi lain, terlihat pada Maret 2008. Sebanyak 45 persen menyetujui bahwa menjadi sebuah kewajiban bagi muslimah untuk mengenakan jilbab. Lima belas bulan kemudian, jumlah tersebut turun 2 persen menjadi hanya 43 persen.

Kemudian selain itu, 40 persen rakyat Indonesia yang sebelumnya meyakini bahwa pencuri seharusnya memperoleh hukuman potong tangan, jumlahnya kini menurun menjadi hanya 36 persen saja.

Indikasi lain yang dianggap berhubungan menyebutkan 24 persen muslim meyakini bahwa wanita lebih baik tinggal di rumah dan tidak bekerja. Namun, pada Juni 2009, mulai turun menjadi 20 persen.

Perolehan angka-angka survey ini berdasarkan pada Roy Morgan Single Source. Lembaga survey ini mengambil sebanyak 25,000 responden usia 14 tahun ke atas setiap tahunnya.

Responden diklaim menyasar daerah perkotaan, pinggiran, hingga ke pedesaan di seluruh wilayah Indonesia. Data tersebut di-update setiap 90 hari.

Setidaknya, hasil survey tersebut dapat memberikan sebuah sinyal bagi para aktivis dakwah Islam dari latarbelakang gerakan Islam apapun untuk mawas diri. Penurunan dukungan rakyat Indonesia yang pro-legalisasi syariat Islam ini diharapkan mampu memicu semangat para aktivis dakwah untuk bekerja dan berjuang lebih keras dan ikhlas.

Sangat masuk akal, penurunan ini disebabkan oleh masifnya gerakan dan pemahaman liberal ke seluruh lapisan masyarakat melalui media-media yang dioptimalkan mereka. Dan sangat masuk akal pula fenomena penurunan ini juga disebabkan oleh isu terorisme yang diangkat guna menakut-nakuti kalangan masyarakat luas untuk menjauh dari setiap gerakan dakwah.

Dan yang tidak mustahilnya adalah kesibukan para aktivis dakwah pada aktivitas-aktivitas yang tidak membangun dan kegiatan politik praktis dan perebutan kekuasaan semata sedangkan di sisi lain meninggalkan mad'u-nya. (muslimdaily/jp)

- 29 Agustus 2009



Sumber :
http://www.muslimdaily.net/opini/3983/jumlah-rakyat-indonesia-pro-syariah-turunindikasi-melemahnya-dakwah-islam
18 September 2009

Sumber :
http://foto.detik.com/images/content/2008/08/24/157/dakwah1.jpg

Dakwah Islam di Ceko: Dari Mesjid hingga Facebook

Paska runtuhnya rezim komunis dua dekade lalu di Cekoslavakia, komunitas muslim Republik Ceko kian hari kian bertambah banyak. Hal tersebut dilihat dari maraknya organisasi-organisasi keislaman yang mulai muncul di beberapa titik kota.

“Sekitar 300 jamaah umat Islam berkunjung ke masjid agung dan sedikitnya 200 umat Islam memadati aula masjid,” ungkap Vladimir Sanka (Umar) salah seorang pengurus masjid kepada Islamonline.net.

Lebih dari itu, Sanka memprediksikan jumlah umat Islam di Republika Ceko perlahan-lahan akan terus merangkak naik.

“Saking sesaknya umat Islam yang memadati aula masjid, shalat Jumat pun terpaksa kami lakukan dua kali secara bergiliran,” katanya.

Bahkan pengurus masjid menyewa ruang olah raga untuk menyelenggarakan salat Idul Adha untuk mengakomodir jumlah umat Islam yang mencapai 1500 muslim.

Peningkatan jumlah umat Islam ini tidak lepas dari banyaknya penduduk Republik Ceko yang non-Muslim beralih masuk Islam.

“Masjid kami yang terletak di Praha hampir setiap minggu mengislamkan beberapa orang”, ujar Sanka.

Jumlah umat Islam Republik Ceko sesuai data tahun 2007 berjumlah sekitar 12.000 orang. Namun menurut catatan terakhir jumlahnya terus bertambah sekitar 20.000 orang termasuk di dalamnya 400 para mualaf .

Sedangkan organisasi Muslim pertama didirikan pada tahun 1991 dengan nama the Islamic Foundation. Tahun 1998 organisasi ini mendirikan masjid pertamanya di Brono dan setahun kemudian di Praha.

Selain pendirian masjid di kota-kota besar, upaya mendirikan mesjid di kota-kota kecil pun terus berlanjut terutama di Spa, kota yang terkenal dengan etnis Arab. sayangnya upaya ini masih terhalang dengan perlawanan masyarakat dan pengurus gereja sekitar.

Islam sendiri secara sah diterima sebagai agama oleh Republik Ceko tahun 2004.

Oraganisasi Perwakilan Islam

Beberapa waktu lalu, Masjid di Kota Praha dan Brono menjadi satu-satunya badan resmi yang mewakili komunitas penduduk Islam di Republik Ceko.

Tapi kini organisasi Islam mulai bermunculan dimana-mana, seiring dengan banyaknya kebutuhan umat Islam yang beragam.

Salah satunya adalah organisasi the Islamic Community. Sebuah organisasi yang dipimpin oleh Muhammad Abbas, tokoh media sekaligus penerbit buku Islam yang menerbitkan Alquran dan kitab Riyadus Solihin, satu-satunya kitab hadits yang diterbitkan dengan bahasa Ceko. Pendirian organisasi ini bertujuan untuk menyediakan kegiatan-kegiatan untuk umat Islam.

Saat ini organisasi the Islamic Community masih dalam proses legalitas. Rencananya untuk melegalkan organisasi ini dibutuhkan 300 tanda tangan sehingga keberadaanya selain diakui juga akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah Republik Ceko.

“Sekarang ini organisasi the Islamic Community beranggotakan setengah dari jumlah keseluruhan umat Islam di Republik Ceko. Ungkap Abbas kepada Islam Online. “kami berharap organisasi ini diterima oleh semua umat Islam sebagai organisasi yang demokratis dan transparan,” ungkapnya.

Abbas Optimis untuk melegalkan organisasinya hanya diperlukan sekitar 300 tanda tangan.

“Jumlah umat Islam di sini pasti terus meningkat, terutama setelah Republik Ceko bergabung dengan uni Eropa. Umat Islam tertarik kepada organisasi ini karena organisasi ini aktif melayani mereka.”

Abbas berharap pemerintah Republik Ceko akan memberikan lingkup organisasi yang lebih luas. Supaya nantinya bisa menyewa, membangun dan mengelola pusat-pusat Islam lengkap dengan pendidikan Islam.

Setelah 10 tahun ke depan Abbas berharap dapat meminta hak-hak khusus seperti pencerahan Rohani kepada para tentara dan nerapidana, juga hak untuk mengadakan akad pernikahan di dalam masjid.


Facebook Islam

Di dunia maya, sebuah gerakan dakwah yang unik dilakukan oleh Jitka Cervinkova, muallaf yang berusai 21 tahun. Ia membuat grup salah satu situs jejaring sosial, Facebook ,yang dinamakan Muslims from Czech Republic (Muslim dari Republic Ceko).

Awalnya Jitka yang baru memeluk Islam September tahun 2008 itu tengah mencari komunitas umat Islam Republik Ceko di situs jejaring sosial, Facebook. Namun Jitka tidak menemukan apa yang dicarinya itu, maka ia pun berinisiatif untuk membuatnya.

Sejak diluncurkannya Facebook Muslims from Czech Republic pada November 2008, grup Facebook ini telah berkembang pesat dan menjaring 300 anggota.

“Saya rasa Facebook merupakan pertemanan besar umat Islam lainnya. Sebab saya sendiri tidak bisa pergi ke masjid di Praha karena terlalu jauh, dan untuk pertemuan dengan perempuan dan anak-anak muslim,” katanya kepada Islam Online.

Saat ini Jitka beserta kelompoknya menjadi administrator yang bertanggung jawab atas perkembangan Group Facebook Muslims from Czech Republic.

“Saya merasa masyarakat Muslim di Repubklik Ceko meningkat cepat, meskipun saya sendiri tidak tahu statistiknya. Setiap hari saya seakan muda lagi,” ungkapnya.

keberadaan Group Facebook Muslims from Czech Republic ini bukan saja menarik simpati para generasi muda muslim di dunia Arab atau Bosnia, tetapi juga penduduk non muslim di dunia.

Jitka, yang yang juga sibuk sebagai mahasiswa di Timur Tengah, sering mengirimkan acara atau forum diskusi di group tersebut.


Beberapa admin Muslims from Czech Republic ini memberikan penjelasan tentang Islam menggunakan bahasa inggris sekaligus menjawab beberapa pertanyaan dari non muslim.

(Iol/myasin/Alhikmahonline)

- 23 Juni 2009

Sumber :
http://www.alhikmahonline.com/content/view/332/16/
18 September 2009

Dakwah Islam di Penjara-Penjara AS, Banyak Tahanan Masuk Islam

Para tahanan di lembaga pemasyarakatan Monroe Correctional Complex , AS dengan tertib keluar sel masing-masing begitu mendengar pengumuman dari pengeras suara bahwa waktu istirahat tiba. Para tahanan bergerombol memanfaatkan waktu istirahat mereka dengan menghadiri sejumlah kelas bimbingan atau sekedar membaca buku ke perpustakaan.

Tapi diantara mereka, ada sekelompok tahanan yang mengenakan peci berbentuk bulat, menuju ke sebuah ruangan yang tak berjendela. Mereka membuka sepatu sebelum masuk ruangan, kemudian duduk sambil melemaskan kaki mereka di atas karpet tipis yang digelar di ruangan tersebut. Ya, mereka adalah para tahanan yang beragama Islam yang biasanya mendapatkan layanan rohani dari ustadz pembimbing mereka.

Kebanyakan para tahanan itu adalah para mualaf, yang masuk Islam saat menjalani hukumannya di penjara.

"Penjara bisa menjadi kuburan atau menjadi rahim," kata mereka. Para penghuni penjara punya pilihan apakah akan menghabiskan waktuny di dalam penjara dengan meratapi nasibnya atau memanfaatkan waktu untuk meredam rasa marah atau rasa takut bahkan rasa putus asa yang mendera diri mereka. Dan Anthony Waller, salah seorang tahanan memilih pilihan kedua. Seperti banyak Muslim lainnya di kawasan Twin Rivers, Waller masuk Islam ketika berada di balik jeruji besi penjara.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Waller mengaku kehidupannya banyak berubah. "Kalau saya tidak menjadi seorang Muslim, saya kemungkinan masih berada dalam pengawasan ketat atau mungkin saya sudah mati," ujar Waller,31, seraya mengatakan betapa ketatnya penjagaan dan kontrol di penjara.

Masa hukuman Waller baru akan berakhir tahun 2033. Selama di dalam penjara Waller menghadiri bimbingan rohani Muslim setiap seminggu sekali dengan belasan tahanan Muslim yang lebih dulu menjadi mualaf. Dan ternyata "kelompok Muslim" adalah kelompok yang paling cepat berkembang di sejumlah lembaga pemasyarakatan di AS, artinya, jumlah tahanan yang masuk Islam bertambah dengan cepat.

Bimbingan rohani Islam di penjara-penjara AS dimulai pada era tahun 1970-an atas prakarsa pemimpin organisasi Muslim Nation of Islam, Louis Farrakhan. Profesor di Vassar College, Lawrence Mamiya yang meneliti keberadaan tahanan Muslim di penjara-penjara AS mengatakan, keterlibatan para imam Muslim di AS sangat efektif dalam upaya rehabilitasi keagamaan para tahanan.

Menurut Mamiya, dipekirakan 10 persen dari seluruh tahanan yang ada di penjara AS memilih masuk Islam. Itu artinya, sekitar 1.800 dari 18.000 jumlah tahanan di penjara-penjara AS menjadi seorang Muslim. Tapi, kata Mamiya, hanya satu dari lima mualaf yang masuk Islam selama di penjara tetap menjaga keislamannya setelah menghirup udara bebas. Hal ini membuat sejumlah pengamat di AS berpendapat bahwa "Islam di Penjara" bukan sebuah gerakan religius tapi lebih pada taktik yang dilakukan oleh sebuah genk di dalam penjara yang ingin mendapatkan perlakuan khusus atau istimewa, antara lain diberikan ruang tersendiri yang dilengkapi karpet.


Daya Tarik Islam

Namun pendapat itu dibantah oleh sejumlah imam yang sering memberikan layanan rohani di penjara. Mereka mengatakan bahwa banyak diantara para mualaf di tahanan yang memang tulus ingin menjadi seorang Muslim.

Faheem Siddiq, yang sudah lebih dari lima tahun memberikan bimbingan rohani Islam di sejumlah lembaga pemasyarakatan di AS mengungkapkan, tahanan yang masuk Islam kebanyakan tahanan dari kalangan keturunan Afrika Amerika. Mereka tertarik masuk Islam, kata Siddiq, karena ajaran Islam yang tentang kedisiplinan dan kesetaraan antara sesama manusia.

"Di negara bagian Washington, dari Walla Walla sampai McNeil Island, mayoritas mualaf adalah kalangan warga Amerika keturunan Afrika yang berpendapatan rendah, mereka punya kesempatan di tengah situasi yang tenang untuk melakukan introspeksi dan mengubah kehidupan mereka," kata Siddiq.

Profesor Mamiya juga mengakui tahanan Muslim lebih memiliki rasa tanggung dan disiplin. Tahanan Muslim juga saling melindungi dan rasa setia kawan yang tinggi, mengingat kehidupan penjara yang keras. Namun, kata Mamiya, tahanan Muslim memahami Islam mengajarkan etika ketika seseorang harus mempertahankan diri.

"Ajaran ini yang menjadi salah satu daya tarik bagi para tahanan untuk memeluk Islam," kata Mamiya.

Setiap tahanan yang memilih menjadi seorang Muslim, punya alasan masing-masing. Salah seorang tahanan yang masuk Islam sejak 11 tahun yang lalu, Walter Taylor menuturkan kisahnya mengapa ia memilih menjadi seorang Muslim.

"Dalam agama Kristen, Yesus Kristus mati untuk menebus dosa. Dalam Islam, tidak dikenal penebusan dosa, tidak ada yang dikambinghitamkan untuk menebus dosa," kata Taylor.

Setelah menjadi seorang Muslim, bersama dengan tahanan Muslim lainnya, Taylor selalu berusaha menunaikan kewajiban salat lima waktu setiap hari. Salat bagi Taylor, ibarat pengingat yang menuntunnya untuk tetap di jalan yang lurus, jalan Islam.

Lain lagi pengalaman Phil Thomes, ia mengatakan,"Menjadi seorang Muslim adalah hal tersulit yang mungkin bisa Anda lakukan. Menjadi seorang Kristiani saja tidak cukup. Sekarang, Islam total menjadi cara hidup saya, yang memang ingin melakukan perubahan"

"Saya bukan orang yang jahat lagi. Saya benar-benar sudah menjadi orang yang baru," tukas Thomes yang sudah menjalani masa tahanan selama 12 tahun.

John Barnes, yang juga menjadi pembimbing rohani di penjara-penjara AS mengatakan, kebanyakan tahanan yang pindah ke agama tertentu menunjukkan perubahan yang drastis selama berada dalam penjara.

"Mereka mengubah karakter mereka. Mereka lebih bertanggung jawab, tidak egois dan mau berbaur serta terlibat dalam tim. Saya sering melihat perubahan itu," ujar Barnes. (ln/isc/Heraldnet/eramuslim)

- 7 Februari 2009

Sumber :
http://swaramuslim.net/islam/more.php?id=5603_0_4_0_M
18 September 2009

Distorsi Pemikiran dalam Metode Dakwah Islam

Dalam konteks perjuangan dakwah Islam, kita acapkali menjumpai sejumlah pemikiran yang dilontarkan oleh sebagian ulama, pemikir, jamaah, atau partai Islam yang telah keluar dari manhaj Rasulullah saw., di samping mengalami banyak distorsi. Fenomena semacam ini tidak jarang malah mewujud dalam aktivitas dakwah yang bukan saja kontradikstif dengan metode dakwah Rasulullah saw., tetapi sekaligus juga kontraproduktif dengan realitas yang harus diubah.

Berkaitan dengan sejumlah distorsi pemikiran yang terkait dengan metode dakwah Rasulullah saw. ini, tulisan berikut hanya akan menyoal dua mainstream pemikiran yang, diakui ataupun tidak, turut mewarnai arah perjuangan dakwah Islam saat ini secara keseluruhan. Kedua pemikiran tersebut adalah: (1) Pemikiran yang menyatakan bahwa bagi kaum Muslim, yang dituntut sesungguhnya adalah ibadah, bukan mendirikan Daulah Islamiyah; (2) Pemikiran yang meyakini bahwa mengangkat senjata dalam menghadapi penguasa saat ini merupakan bagian dari metode dakwah yang wajib untuk diikuti.

Pemikiran Pertama

Pengemban pemikiran pertama berargumentasi bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. telah mengajak kaum Muslim untuk beribadah kepada Allah dan tidak mengajak mereka untuk mendirikan Daulah Islamiyah. Mereka menyatakan pula bahwa permasalahan paling utama bagi kaum Muslim adalah ibadah kepada Allah dan bukan Daulah Islamiyah. Menurut mereka, tidaklah penting bagi kita untuk mendirikan Daulah Islamiyah; yang penting adalah menyembah Allah.

Untuk menjawab argumentasi mereka, kita harus menentukan realitas dan realisasi ibadah itu sendiri.

Sebagaimana kita pahami, Allah Swt. memang telah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah kepada Allah Swt. merupakan raison d’etre dari diciptakannya manusia. Kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh (Tidak ada tuhan selain Allah) sendiri bermakna Lâ ma’bûda illâ Allâh (Tidak ada yang layak disembah selain Allah). Artinya, selain Allah Swt. wajib diingkari. Sementara itu, kesaksian Muhammad Rasulullâh (Muhammad adalah utusan Allah) berarti bahwa ibadah dan ketaatan haruslah sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad Rasulullah saw. saja. Dengan demikian, ibadah ditujukan semata-mata untuk Allah, dan tidak dilakukan kecuali dengan cara yang telah disyariatkan oleh Allah, yakni yang dibawa oleh Rasulullah saw. saja. Inilah hal yang wajib untuk direalisasikan di dalam setiap perkataan dan perbuatan manusia di dalam kehidupannya.

Ibadah adalah menjadikan setiap perbuatan manusia berjalan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt. Hendaknya semua itu dilakukan dengan didasarkan pada keimanan kepada-Nya semata. Ketika Anda berkata pada seorang Muslim, “Hendaklah Anda mengabdi kepada Allah,” maka yang dimaksud tentu bukan sekadar agar dia melakukan shalat, zakat, haji, atau ibadah ritual lainnya; sebagaimana yang telah ditulis oleh para fuqaha di dalam bab ibadah. Akan tetapi, yang dimaksud tentu saja agar dia menjalankan seluruh ketaatan kepada Allah Swt. dalam setiap perintah dan larangan-Nya.

Iman kepada Allah adalah pokok atau dasar keimanan, sedangkan ibadah itu sendiri merupakan realisasi setiap perbuatan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah Swt. ini. Atas dasar ini, agama seluruhnya adalah ibadah, sedangkan ibadah berarti ketundukan diri kepada Zat yang diibadahi dengan penuh kepasrahan.

Di antara jenis ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt. adalah melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar, jihad fi sabilillah untuk memerangi orang-orang kafir dan munafik, menegakkan agama Allah di dalam kehidupan kaum Muslim, menyebarkan dakwah ke tengah-tengah manusia semuanya, serta memelihara kesatuan kaum Muslim sebagaimana tampak dalam shalat, zakat, dan berdirinya Daulah Islamiyah. Artinya, ibadah kepada Allah Swt. meliputi setiap perbuatan manusia yang dilakukan oleh seorang Muslim sesuai dengan realitas di mana dia hidup. Akan tetapi, oleh karena keimanan kepada Allah Swt. adalah pangkal setiap ibadah, maka dakwah pada keimanan ini harus lebih didahulukan daripada dakwah kepada shalat dan shaum, misalnya. Diharapkan, keimanan inilah yang akan memotivasi seorang Mukmin untuk senantiasa terikat dengan hukum syariat di dalam setiap perbuatannya.

Kita memahami bahwa dakwah untuk menegakkan Islam dan berhukum dengan wahyu Allah merupakan salah satu perintah Allah yang wajib ditaati dan dikerjakan seorang Mukmin yang beriman kepada Allah. Dengan begitu, ibadah akan terealisasi dengan sempurna. Oleh karena itu, kita wajib mengaitkan dakwah (seruan) pada aktivitas beribadah kepada Allah dengan berbagai problem sekarang ini. Semua ini tercakup di dalam aktivitas dakwah pada upaya melanjutkan kehidupan islami. Kehidupan islami tidak akan pernah teralisasi kecuali dalam Daulah Islamiyah. Oleh karena itu, dakwah untuk mendirikan Daulah Islamiyah pada dasarnya adalah dakwah ke arah aktivitas ibadah kepada Allah.

Walhasil, adanya pemikiran yang menyerukan ibadah kepada Allah sembari menolak seruan untuk menegakkan Daulah Islamiyah—yang justru merupakan institusi yang bisa menjamin aktivitas ibadah kepada Allah berjalan dengan sempurna—merupakan pemikiran keliru. Alasannya, pemikiran semacam ini menunjukkan bahwa seolah-olah mendirikan Daulah Islamiyah kontradiktif atau kontraproduktif dengan ibadah, di samping di dalamnya mengandung upaya untuk membenturkan sebagian ayat al-Quran dengan sebagian ayat yang lain. Tindakan seperti ini jelas haram dilakukan oleh kaum Muslim.


Pemikiran Kedua

Para pengemban pemikiran kedua, yakni mereka yang berpendapat bahwa mengangkat senjata dalam menghadapi penguasa sekarang ini adalah bagian dari metode dakwah yang wajib untuk diikuti, berdalil dengan hadis Rasulullah saw. tentang keharusan untuk memerangi penguasa yang tidak menegakkan hukum Allah.

Untuk menjawab pemahaman ini, kami ingin menegaskan bahwa diperlukan eksplorasi fakta (tahqîq al-manâth) atas hadis ini secara cermat.

Sebagaimana kita pahami, hadis ini menyoroti penguasa (khalifah) di dalam Darul Islam (Daulah Islam) yang dibaiat dengan baiat yang sesuai dengan ketatapan syariat. Darul Islam sendiri adalah institusi negara yang diperintah dengan hukum Islam dan keamanannya berada sepenuhnya di tangan kaum Muslim. Dalam kondisi semacam ini, kaum Muslim diperintahkan untuk selalu menaati pemimpinnya, yakni khalifah. Jika penguasa (khalifah) melakukan kelalaian dalam menerapkan hukum Allah dan malah memerintah kaum Muslim dengan hukum-hukum kufur—meskipun hanya dengan satu hukum, sementara dia tidak memiliki satu dalil pun, meskipun hanya syubhah dalîl—maka kaum Muslim diperintahkan untuk memeranginya. Lebih jelasnya, sebagaimana dituturkan oleh ‘Auf ibn Malik al-Asyja’i, disebutkan demikian:

Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Sebaliknya, seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian.” Ditanyakan, “Ya Rasulullah, apakah kami harus mengangkat senjata ketika hal itu terjadi?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka menegakkan shalat.” [HR. Muslim].

Kalimat selama menegakkan shalat mengandung makna kinâyah, yakni selama menerapkan hukum-hukum syariat.

Penguasa Darul Islam (khalifah) tentu berbeda realitasnya dengan penguasa Darul Kufur (presiden atau raja). Presiden atau raja, sebagaimana dijumpai di seluruh negeri Islam, bukanlah imam atau khalifah bagi kaum Muslim, meskipun mereka memerintah kaum Muslim. Negara mereka bukanlah negara Islam (Darul Islam). Mereka sendiri tidak diangkat menduduki jabatan penguasa dengan pengangkatan yang sesuai dengan syariat. Selain itu, mereka tidak menerapkan hukum-hukum Islam (secara total) dalam kehidupan kaum Muslim, meskipun hal itu wajib atasnya. Menghadapi dan sekaligus mengubah realitas semacam ini tentu tidak dengan mengangkat senjata. Inilah juga yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di Makkah, yakni ketika Daulah Islam belum berdiri.

Jika kita menelaah sirah Rasulullah saw., akan kita temukan bahwa dalam melakukan perubahan, beliau menjamin terwujudnya beberapa aspek berikut: (1) Tersedianya pemimpin Muslim politikus yang hebat. Dia adalah pemimpin yang memiliki pengalaman bertahun-tahun—yang dia dapatkan dari aktivitas mengemban dakwah sebelum mendirikan Daulah Islamiyah; yang mengetahui strategi, kedustaan, dan kelicikan negara-negara kafir; serta yang mampu melindungi negara dan membawanya berpindah kepada posisi yang layak dalam percaturan dunia. (2) Tersedianya para pemuda Muslim yang siap menanggung beban dakwah sebelum berdirinya negara. Merekalah yang, bersama kaum Muslim lain yang mementingkan dakwah, akan menjadi pusat kekuasaan yang islami. Merekalah pula yang kelak—setelah berdirinya Daulah Islamiyah—akan menjadi para wali, amirul jihad, para duta negara, dan para pengemban dakwah ke negara-negara lain. (3) Tercukupinya dukungan massa yang siap-sedia untuk menjaga serta melindungi Islam dan Daulah Islam. (4) Tercukupinya orang-orang yang memiliki kekuatan dan terlatih yang akan semakin kuat dengan adanya keberpihakan masyarakat kepada mereka, terutama ketika masyarakat menyadari bahwa penguasa, struktur kekuasaannya, dan kekuatan yang mendukungnya harus merealisasikan penerapan Islam dan memuliakan agama.

Selain beberapa alasan di atas, aktivitas bersenjata membutuhkan harta, senjata, dan pelatihan. Hal semacam ini akan menggerogoti kekuatan sebuah harakah dakwah sehingga, boleh jadi, akan mendorongnya untuk meminta bantuan kepada pihak lain. Tindakan semacam ini akan menjadi cikal-bakal kejatuhan gerakan dakwah tersebut. Banyak gerakan Islam yang telah mencoba jalan ini dan selalu mengalami kehancuran.

Dengan demikian, kami ingin mengatakan bahwa, mengangkat senjata dalam melakukan perubahan di tengah-tengah realitas sosial dan politik seperti sekarang ini bukanlah bagian dari metode yang sesuai dengan syariat. Hal ini bukan karena kami menyayangi penguasa yang zalim dan tidak memperhatikan kaum Muslim, tetapi justru karena kami sayang kepada saudara-saudara kami seagama yang berjuang secara ikhlas. Oleh karena itu, kami ingin menyatukan seluruh potensi dan usaha mereka agar semata-mata sesuai dengan tuntutan syariat. Dalam hal ini, kami ingin mengingatkan mereka dalam kaitannya dengan larangan Nabi saw. kepada para sahabat di Makkah untuk menggunakan senjata (kekerasan) ketika mereka ingin melakukannya. Beliau bersabda, “Sungguh, aku diperintahkan untuk memberi maaf. Oleh karena itu, janganlah kalian memerangi mereka.” (Sirah Ibn Hisyam).

Allah Swt. sendiri berfirman:
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, “Tahanlah tanganmu (dari melakukan tindakan kekerasan/angkat senjata), dirikanlah sembahyang, dan tunaikanlah zakat!” (Qs. an-Nisa’ [4]: 77).

Banyak sekali dalil-dalil syariat yang serupa dengan itu yang intinya menegaskan bahwa dakwah Rasulullah saw. adalah dakwah tanpa kekerasan. Tambahan atau perubahan apa pun, juga pengurangan, penggantian, atau penyelewengan atas metode dakwah Rasulullah saw. pasti hanya akan segera memberikan pengaruh negatif bagi dakwah, jamaah, dan umat Islam sendiri. Wallâhu a’lam.

- 14 Februari 2004

Sumber:
Ahmad Mahmud
al-Wa’ie Edisi 10, dalam :
http://www.hayatulislam.net/distorsi-pemikiran-dalam-metode-dakwah-islam.html
18 September 2009

Hizbut Tahrir : Dakwah Islam Pemikiran, Politik, dan Tanpa Kekerasan

Pendahuluan

Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sIstem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)

Ini berarti, perkara apapun ada hukumnya, dan problematika apa saja, atau apapun tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan dijawab oleh Dinul Islam.

Keharusan mengikuti syariat Islam, terutama jejak langkah yang pernah ditempuh oleh Rasulullah saw, telah ditegaskan oleh firman Allah Swt:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (dakwah)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata..” (TQS. Yusuf [12]: 108)

Ayat ini menunjukkan bahwa jalan Rasulullah saw telah benar-benar tegas dan nyata. Masalahnya tinggal, apakah kita hendak mengikuti jalan beliau saw atau tidak.

Oleh karena itu, sumber sekaligus tolok ukur untuk menentukan jalan yang ditempuh guna membangkitkan umat, menyadarkan umat, mendidik umat, menerapkan sistem hukum Islam secara total, dan membangun Daulah Islamiyah adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Langkah-langkah Rasulullah saw merupakan penerapan dan penjelasan yang bersifat ‘amaliy atas metoda yang harus ditempuh. Selain metoda yang dijalankan oleh Rasulullah saw adalah metoda batil dan tertolak. Tidak layak dijadikan tolok ukur dan dapat dipastikan hanya bermuara pada kegagalan.

Siapapun yang mengelaborasi sirah Rasul saw saat berjuang menegakkan Islam hingga berhasil di Madinah akan menemukan tiga karakter dakwah Islam yang wajib diikuti. Ketiga karakter tersebut adalah pemikiran (fikriyah), politis (siyâsiyah) dan tanpa kekerasan (lâ mâaddiyah). Rasulullah saw tidak menggunakan kekerasan apapun sejak diutus sebagai Rasul di Makkah hingga mendapatkkan kekuasaan di Madinah. Beliau saw membatasi diri pada pergolakan pemikiran (shirâ’ul fikriy) dan perjuangan politik (kifâh siyâsiy).

Membangun Masyarakat Islam Tanpa Kekerasan

Sebagian kaum Muslim menganggap bahwa metoda untuk melakukan perubahan masyarakat dengan jalan membangun Daulah Islamiyah yang akan menerapkan sistem syariat Islam secara total, adalah dengan jalan kekerasan (fisik). Salah satu argumentasi yang dilontarkan adalah hadits dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’I yang berkata :

سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ يَقُوْلُ:… وَشِراَرُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُبْغَضُوْنَهُمْ وَيُبْغَضُوْنَكُمْ، قاَلَ: قُلْناَ ياَرَسُوْلَ اللهِ: أَفَلاَ نُناَبِذُهُمْ عِنْدَ ذلِكَ؟ قاَلَ: لاَ، ماَ أَقاَمُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ

“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:…Sebaliknya, seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan merekapun membenci kalian…’ Kami bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah kami harus mengangkat senjata (pedang) ketika hal itu terjadi?’ Beliau bersabda, ‘Tidak, selama mereka menegakkan shalat.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan menegakkan shalat adalah menerapkan sistem hukum Islam. Menunjuk argumentasi ini, mereka berpandang an bahwa tatkala seorang penguasa sudah tidak lagi peduli dengan penerapan sistem hukum Islam, malah diterapkan sistem hukum kufur –yang bertentangan dengan Islam-, maka dibolehkan mengangkat senjata (pedang) menghadapi penguasa tersebut.

Bila kita cermati, tahqiqul manath (fakta obyektif diterapkannya dalil tersebut) hadits diatas menyoroti penguasa (Khalifah) yang ada di dalam Dar al-Islam (Daulah Islamiyah), yang dibai’at sesuai dengan bai’at syar’iy. Daulah Islamiyah sendiri adalah institusi negara dan kepemimpinan umum kaum Muslim sedunia yang diperintah berdasarkan sistem hukum Islam, dan keamanannya berada sepenuhnya di tangan kaum Muslim. Apabila penguasa (Khalifah) melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum Allah dengan jalan mengabaikannya, atau malah memerintah kaum Muslim dengan hukum-hukum kufur, maka kaum Muslim dibolehkan untuk memeranginya (melakukan perubahan secara fisik). Pada kondisi semacam inilah hadits diatas diterapkan. Yaitu di dalam format Daulah Islamiyah yang sebelumnya telah menerapkan sistem hukum Islam, kemudian terjadi penyelewengan hukum-hukum Islam. Ini adalah tahqiqul manath dari hadits tersebut diatas.

Hal tersebut tidak berlaku di Dar al-Kufr, yaitu negara yang tidak menerapkan secara total syariat Islam sekalipun penduduknya muslim, dan/atau keamanannya tidak berada di tangan kaum Muslim. Penguasa di Dar al-Islam (Khalifah) tentu amat berbeda realitasnya dengan penguasa yang ada di Dar al-kufr. Para penguasa –meskipun mereka itu Muslim- yang ada saat ini adalah orang-orang yang tidak menjalankan sama sekali sistem hukum Islam, bahkan berpijak pada sistem hukum kufur. Mereka bukanlah Imam atau Khalifah bagi seluruh kaum Muslim sedunia. Bahkan mereka umumnya menolak institusi Khilafah atau Daulah Islamiyah. Keadaan semacam itu serupa dengan kondisi kota Makkah ketika Rasulullah saw dan para sahabatnya menjalankan dakwah, mendidik masyarakat, dan berupaya untuk menegakkan Daulah Islamiyah. Rasulullah saw saat itu hidup di Makkah yang merupakan Dar al-Kufur. Dan waktu itu Rasulullah saw bersama sahabatnya tidak menggunakan kekerasan/fisik dalam perjuangan mewujudkan syariat Islam di tengah-tengah kehidupan.

Tidak ada satu peristiwapun selama Rasulullah saw menjalankan aktivitas dakwahnya di kota Makkah yang dapat dijadikan argumentasi untuk membolehkan penggunaan metoda fisik/kekerasan dalam menerapkan syariat Islam melalui terbentuknya Daulah Islamiyah. Memang, dalam menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka memohon kepada Rasulullah saw. agar mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah saw. mencegah keinginan mereka seraya bersabda (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, terj. 121):

«إِنِّيْ أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ، فَلاَ تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ»

“Aku diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan memerangi kaum itu” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim).

Bahkan ketika Rasulullah saw. telah mendapatkan baiat dari orang-orang Anshar di Aqobah dan mereka meminta izin kepada rasul untuk memerangi orang-orang Quraisy di Mina, beliau saw. menjawab: “‘Kami belum diperintahkan untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian ke hewan-hewan tunggangan kalian. Dikatakan, ‘Maka, kamipun kembali ke peraduan kami, lalu tidur hingga tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/305)

Setelah beliau dan kaum Muslim hijrah ke kota Madinah, dan mendirikan peradaban baru disana, sekaligus membangun Daulah Islamiyah, Allah Swt mengizinkan dan memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan berbagai aktivitas fisik (militer) untuk melawan kekuatan kufur maupun untuk membuka daerah-daerah kufur agar tunduk di bawah kekuasaan Daulah Islamiyah (Darul Islam). Firman Allah Swt:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.” (TQS. Al-Hajj [22]: 39)

Ayat ini diturunkan selepas beliau berhijrah ke Madinah dan menjadi kepala negara di sana, lalu beliau segera setelah itu mempersiapkan dan membangun kekuatan militer.

Disamping itu, realitas menunjukan bahwa perubahan di tengah-tengah masyarakat tidak bisa dilakukan dengan jalan menghancurkan sarana ataupun simbol-simbol kekufuran, kemaksiyatan dan kejahiliyahan secara fisik. Sebab, pemahaman, pemikiran, dan ideologi yang nyata-nyata sesat dan kufur, yang ada di dalam benak sebagian besar masyarakat tidak dapat dihancurkan dengan kekuatan fisik, melainkan dengan mengubah pemikiran, perasaan dan keyakinan masyarakat dengan Islam hingga terwujudlah kehendak masyarakat untuk mengubah sistem hidup bobrok yang tengah berlangsung digantikan dengan syariat Islam. Bila rakyat telah menghendakinya, dan opini umum untuk menerapkan syariat Islam telah terbentuk niscaya tidak ada yang dapat menghalanginya.

Dengan demikian, sebuah jamaah, partai politik Islam, harakah, dan sejenisnya tidak dibenarkan melakukan aktivitas fisik (kekerasan/militer) dalam upayanya untuk menegakkan Daulah Islamiyah yang akan menerapkan secara total seluruh sistem hukum Islam. Sebab, Rasulullah saw tidak mencontohkan hal tersebut.

Transformasi Masyarakat Lewat Pemikiran Islam

Pemikiran Islam adalah setiap pemikiran yang digali dari Islam. Pemikiran Islam mencakup pemikiran tentang akidah dan pemikiran tentang syariat (sistem hukum). Perubahan pemikiran dengan Islam berarti mengubah akidah masyarakat menjadi akidah Islam, dan aturannya menjadi aturan Islam.

Sejak diutus, Rasulullah saw melakukan perubahan pemikiran dalam diri bangsa Arab saat itu. Pemikiran Lâ ilâha illallâh yang beliau saw tanamkan mengubah mereka yang sebelumnya menyembah patung beralih pada penyembahan kepada Allah Swt semata. Rasulullah telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan, dari cara pandang yang dangkal menuju cara pandang yang mendalam lagi jernih yang merupakan cerminan dari akidah Islam. Pandangan mereka tidak sebatas dunia, melainkan justru menembus negeri akhirat. Rasulullah saw mengubah pemikiran masyarakat bahwa Allah Swt tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

Ikatan-ikatan kepentingan, kesukuan, dan patriotisme berubah menjadi ikatan ideologis yang memandang semua kaum mukmin bersaudara laksana satu tubuh. Juga, melalui penanaman pemikiran akidah dan syariat Rasulullah berhasil mengubah tolok ukur aktivitas kehidupan masyarakat dari manfaat-egoisme ke tolok ukur halal-haram, dari hawa nafsu ke wahyu. Masyarakat Arab pra Islam yang sebelumnya membangun hubungan kenegaraan di atas kepentingan materi, kepongahan dan ketamakan menjadi tegak di atas asas penyebaran akidah dan syariat Islam dan mengembannya ke seluruh umat manusia.

Begitu pula, pemikiran Islam yang ditanamkan Rasul tentang kehidupan setelah dunia telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan pada diri umat, dari sekedar pemenuhan syahwat dengan segala kenikmatan dunia beralih kepada mencari ridha Allah Swt. Nampaklah kaum muslim binaan Nabi tidak takut akan kematian, dan berharap syahid di jalan Allah Swt.

Sebab, mereka memahami bahwa dunia ini hanyalah jalan menuju akhirat. Demikianlah, lewat pemikiran Islam baik berupa akidah maupun syariah, Rasullah saw berhasil membentuk pemahaman, tolok ukur dan keyakinan masyarakat ketika itu menjadi Islam hingga terwujudnya Daulah Islamiyah di Madinah.

Selain itu, banyak sekali nash-nash Al Quran maupun perbuatan Nabi yang menunjukkan adanya pergolakan pemikiran (shirâ’ul fikriy) untuk menentang ideologi, peraturan dan ide kufur. Juga, beliau menentang akidah yang rusak, ide-ide yang keliru dan pemahaman yang rancu. Beliau melakukannya dengan cara menjelaskan kepalsuan, kesalahan dan pertentangannya dengan Islam untuk memurnikan dan menyelamatkan masyarakat dari ide-ide tersebut, serta dari pengaruh dan dampak buruknya. Diantaranya, Rasulullah saw menyampaikan firman Allah Swt:

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ
أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ

Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam (TQS. Al Anbiya[21]:98).

Terhadap orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan, Al Quran mengancamnya dengan menyatakan:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ% الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ% وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apapbila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (TQS. Al Muthaffifin[83]:1 – 3).

Demikianlah, Rasulullah saw mencontohkan senantiasa menanamkan pemikiran Islam dan melakukan pergolakan pemikiran terhadap perkara-perkara yang bertentangan dengan Islam. Hizbut Tahrir –sebagai wujud ketundukan kepada Rasulullah saw– memandang wajib melakukan perubahan masyarakat lewat pemikiran Islam yang disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dengan pengajian-pengajian di masjid, ceramah umum, dialog, diskusi publik, atau kajian di tempat pertemuan lain. Begitu pula dilakukan dengan menggunakan sarana media massa, buku, booklet, dan sebagainya.

Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran umum di tengah masyarakat agar dapat berinteraksi dengan umat sekaligus menyatukannya dengan Islam. Melalui perubahan pemikiran tidak islami menjadi pemikiran Islam diharapkan terjadi perubahan masyarakat yang rusak di negeri-negeri kaum muslim sekarang ini menjadi masyarakat Islam. Disamping mengubah perasaan yang tidak islami di tengah anggota masyarakat yang ada menjadi perasaan yang islami sehingga ia akan ridla terhadap apa yang diridlai Allah dan Rasul-Nya, serta akan marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Hal ini akan mendorong kaum muslim yang telah tercerahkan oleh pemikiran Islam untuk sama-sama mencerahkan dan membangkitkan umat dengan Islam, lalu mengubah hubungan yang tidak islami yang berlaku diantara mereka menjadi hubungan yang didasarkan pada Islam sesuai syariat Islam, dan mengembalikan pelaksanaan syariat Islam serta menyatukan kaum Muslim seluruh dunia dibawah naungan Khilafah Islamiyah.

Transformasi Masyarakat Lewat Aktivitas Politik

Secara umum, politik adalah memelihara urusan umat (As siyâsah hiya ri’âyatu syu`ûnil ummah). Sedangkan politik Islam berarti memelihara dan mengatur urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam dan dipecahkan sesuai dengan syariat Islam. Sirah Rasul saw dan banyak ayat Al Quran menunjukkan bahwa aktivitas dakwah beliau merupakan aktivitas yang bersifat politik. Beliau dalam segenap aktivitasnya senantiasa memperhatikan dan memelihara urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum-hukum syara yang diturunkan Allah Swt. Diantara aktivitas politik yang beliau dan sahabatnya lakukan adalah:

Mendidik masyarakat dengan tsaqofah Islam supaya mereka dapat menyatu dengan Islam, agar mereka terbebas dari akidah yang rusak, pemikiran yang salah, dan dari pemahaman yang keliru serta pengaruh ide-ide dan pandangan kufur. Setiap berjumpa dengan orang lain, Rasulullah selalu menawarkan Islam kepada mereka. Beliau saw mengirim para sahabat untuk mengajarkan Al Quran kepada orang-orang yang baru memeluk Islam. Beliau mengutus Khabab bin al-Art untuk mengajarkan Al Quran kepada Zainab bin al-Khathab dan Sa’id, suaminya. Begitu pula beliau menetapkan rumah Al Arqam bin Abil Arqam sebagai markas dakwah. Beliau membina mereka. Setiap sahabat pun terus menyebarkan dan membina orang yang menganut Islam. Demikianlah aktivitas pembinaan yang terus dilakukan Rasulullah.
Pergolakan pemikiran yang nampak dalam penentangannya terhadap pemikiran dan sistem kufur, pemikiran yang keliru, akidah yang rusak, dan pemahaman yang sesat dengan cara menjelaskan kerusakannya, menunjukkan kekeliruannya serta menjelaskan hukum Islam dalam masalah tersebut. Selain ayat-ayat yang sudah dipaparkan di atas, juga ada ayat-ayat yang menyerang kemusyrikan mereka, seperti firman Allah Swt :
وَجَعَلُوا ِللهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ
“Mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah Yang menciptakan jin-jin itu. Mereka berbohong—dengan mengatakan bahwa Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan—tanpa mendasarkannya pada ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka nisbatkan. (QS al-An‘âm [6]: 100).

Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:

وَلاَ تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran—sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian—dengan tujuan untuk meraih keuntungan duniawi. (QS an-Nûr [24]:33).

Sementara itu, dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, Allah Swt. antara lain berfirman:

وَمَا ءَاتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللهِ
“Apa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia tidaklah menambah apa pun di sisi Allah”. (QS ar-Rûm [30]: 39).

Penentangan terhadap penguasa yang menerapkan hukum kufur dan membongkar makar mereka. Allah SWT menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah saw. dalam firman-Nya:
إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ% َقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ% ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ% ثُمَّ نَظَرَ% ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ% ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ% فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ يُؤْثَرُ% إِنْ هَذَا إِلاَّ قَوْلُ الْبَشَرِ% سَأُصْلِيهِ سَقَرَ
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata, “(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. (QS al-Mudatstsir [74]: 18-26).

Para pemimpin Quraisy itu pun satu persatu dilucuti jati diri mereka oleh Al Quran (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang Abu Lahab, Allah SWT berfirman:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abi Lahab…” (QS al-Lahab [111]: 1).

Tentang penguasa Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah SWT berfirman:

ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا% وَجَعَلْتُ لَهُ مَالاً مَمْدُودًا
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak”. (QS Al Muddattsir [74]: 11-12).

Terhadap Abu Jahal, Allah SWT berfirman:

كَلاَّ لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ% نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka” (QS al-’Alaq [96]: 15-16).

Berdasarkan hal ini, dalam konteks kekinian, aktivitas politik yang dilakukan dalam upaya penerapan syariat Islam adalah perjuangan dan berinteraksi dalam lapangan politik untuk membongkar rencana jahat negara-negara besar yang memiliki pengaruh dan dominasi di negeri-negeri muslim untuk membebaskan umat dari belenggu penjajahan dan dominasinya serta mencabut akar-akarnya baik di bidang pemikiran, kebudayaan, politik, maupun militer sekaligus mencabut perundangan mereka dari negeri-negeri kaum muslim. Juga, melakukan koreksi terhadap penguasa dengan mengungkap pengkhianatan mereka terhadap umat dan persekongkolan mereka dengan negara-negara kafir, melancarkan kritik dan kontrol kepada mereka. Hizbut Tahrir berupaya melakukan aktivitasnya sesuai dengan contoh Rasulullah saw. Karenanya, dakwah yang dilakukan bersifat pemikiran, politik dan tanpa kekerasan.

Menapaki Kekuasaan Melalui Thalabun Nushrah

Setelah kita memahami bahwasanya perjuangan untuk penerapan sistem hukum Islam –yang dilakukan suatu jamaah/harakah/kutlah dakwah- harus dilakukan secara totalitas dan tanpa melalui cara-cara fisik (kekerasan/militer), muncul pertanyaan, bagaimana caranya untuk sampai ke tingkat kekuasaan atau pemerintahan? Khususnya jika umat dalam keadaan beku dan dikungkung oleh kekuasaan yang menolak syariat Islam. Sebab, penerapan sistem hukum Islam secara total harus berada dalam format institusi negara (kekuasaan), yaitu Daulah Islamiyah.

Rasulullah saw telah memberikan kepada kita seluruh langkah yang memungkinkan untuk mencapai jenjang kekuasaan/pemerintahan. Langkah-langkah Rasulullah saw yang demikian intens dan dilakukan secara terus menerus hingga memperoleh keberhasilan, menunjukkan bahwa apa yang dijalani oleh beliau merupakan metoda (manhaj/thariqah), bukan sekedar cara (uslub). Dan setiap orang yang bergerak dalam aktivitas dakwah, yang menghendaki pada upaya penerapan sistem hukum Islam secara total melalui format Daulah Islamiyah, wajib memahami dan mengambil langkah-langkah Rasulullah saw ini. Metoda ini disebut dengan thalabun nushrah (seruan untuk memperoleh pertolongan/perlindungan).

Thalabun nushrah dilakukan Rasulullah saw. setelah gangguan terhadap beliau semakin keras, yaitu setelah wafatnya paman beliau saw. Abu Thalib. Beliau pergi ke kota Thaif untuk meminta pertolongan dan perlindungan dari Bani Tsaqif, dengan harapan mereka mau menerima seruan beliau. Ketika sampai di kota Thaif, beliau menemui sekelompok pemimpin dan orang-orang terkemuka dari Bani Tsaqif. Beliau mengajak mereka (untuk beriman) kepada Allah. Beliau juga menyatakan maksud kedatangannya untuk meminta perlindungan dan pembelaan mereka kepada Islam, agar mereka berdiri di pihak beliau dalam menghadapi siapapun dari kaumnya yang menentang beliau. Namun mereka menolak. Sekembali beliau ke kota Makkah -di saat-saat musim haji- beliau menemui kabilah-kabilah Arab yang hadir di kota Makkah. Beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah dan menyampaikan kepada mereka bahwa beliau adalah Nabi yang diutus untuk mereka. Beliau meminta mereka untuk membenarkan sekaligus melindung beliau.

Fenomena ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw menempuh manhaj baru yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya. Beliau mengkhususkan dakwah untuk mendapatkan perlindungan dari kelompok-kelompok yang memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan. Dengan kata lain beliau menambahkan aktivitas dakwah pada Islam, dengan dakwah untuk mendapatkan perlin dungan terhadap dakwah Islam. Fokus dakwahnya ditujukan pada kelompok-kelompok yang kuat guna mendapatkan perlindungan. Beliau terus berusaha mewujudkan perlindungan untuk dakwahnya, sejak beliau kembali dari kota Thaif sampai perlindungan tersebut diperolehnya dari penduduk kota Madinah.

Aktivitas untuk memperoleh perlindungan bagi dakwahnya ini merupakan rangkaian dari hukum-hukum syara yang menyangkut tata cara menyampaikan dakwah agar memperoleh perlindungan dari ancaman musuh-musuhnya. Sekaligus merupakan penjelasan mengenai tata cara mendirikan Daulah Islamiyah.
Dari penelaahan terhadap sirah ketika beliau memulai manhaj baru ini didapatkan hal-hal sebagai berikut:

Rasulullah saw tidak mencari pelindung/pertolongan kecuali setelah gangguan kepada beliau semakin keras, yaitu setelah paman beliau Abu Thalib meninggal. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang-orang Quraisy tidak pernah melakukan apa yang aku benci sampai Abu Thalib meninggal” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/282). Kerasnya gangguan itulah yang mendorong beliau untuk mencari jamaah/ kelompok yang mau masuk Islam dan melindungi dakwah.
Orang-orang kafir Makkah yang sebelumnya bersikap keras terhadap dakwah Rasulullah mengajak kepada Islam, bersikap lebih keras lagi ketika mengetahui Rasulullah memulai dakwah kepada jamaah/kelompok untuk melindungi dakwah beliau. Ibnu Hisyam berkata, Kemudian Rasulullah kembali ke Mekah. Sedangkan kaumnya menjadi lebih keras pada beliau dalam menentang dan meninggalkan agama beliau (ibidem, jilid I/285).
Para sahabat beliau berjumlah sedikit dan merupakan orang-orang yang lemah, sehingga mereka tidak mampu melindungi dakwah. Berkata Ibnu Hisyam, Kecuali sedikit (orang) yang lemah dari orang-orang yang beriman kepadanya (ibidem, jilid I/285). Mereka adalah orang-orang lemah dan tidak ada di antara mereka jamaah/kelompok yang mampu melindungi dakwah. Sekalipun ada diantara mereka pribadi-pribadi yang kuat secara individual, seperti Hamzah dan Umar.
Rasulullah saw mencari pertolongan (thalabun nushrah) kepada jamaah/kelompok yang kuat dan memiliki kemampuan untuk melindungi dakwah, bukan kepada individu, bukan pula pada jamaah/kelompok yang lemah. Kalaupun beliau meminta pertolongan/perlindungan kepada indivi du-individu, individu tersebut dianggap representasi dari jamaah/kelompok. Beliau meminta pertolongan pada Bani Tsaqif, karena Bani Tsaqif adalah kabilah yang kuat. Disamping itu beliau juga meminta pertolongan kepada sekelom pok orang dari kabilah Kilab, yang juga merupakan jamaah/kelompok yang kuat. Demikian pula dengan kepada bani Hanifah.
Beliau juga minta pertolongan pada Suwaid bin Shamit, yang merupakan tokoh terhormat dari kaumnya. Ibnu Hisyam berkata, Rasulullah berada di tempat-tempat istirahat para kabilah Arab (pada musim haji) kemudian beliau bersabda, Hai Bani Fulan Aku ini adalah Rasul Allah (yang diutus) kepada kalian…(ibidem, jilid I/285) dan seterusnya. Dan Ibnu Hisyam berkata lagi, Itulah yang dilakukan Rasulullah saw setiapkali menemui orang-orang (para kabilah arab). Ketika orang-orang berkumpul di saat musim haji, beliau mendatangi dan menyeru mereka untuk beriman kepada Allah dan kepada Islam, serta menawarkan diri beliau (untuk dilindungi) pada mereka dan menjelaskan (pada mereka) hal-hal yang beliau bawa dari Allah, berupa petunjuk dan rahmat. Dan apabila beliau mendengar seorang ternama dan terhormat datang ke Mekah, pasti beliau mendatanginya dan menyerunya kepada Allah, dan menawarkan Islam kepada mereka. Semua ini menunjukkan bahwa thalabun nushrah hanya diminta pada jamaah/kelompok yang kuat.
Bahwa Rasulullah saw meminta kepada jamaah/ kelompok yang kuat itu dua perkara secara bersamaan, yaitu pertama masuk Islam dan berpegang teguh padanya; kedua melindungi dakwah dan menolongnya. Ibnu Hisyam berkata, Rasulullah berada di tempat istirahat kabilah-kabilah Arab dan beliau bersabda pada mereka, Hai Bani Fulan sesungguhnya aku ini adalah Rasul Allah pada kalian, yang memerintahkan kalian agar kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan meninggalkan apa yang kalian sembah selain Dia. Yaitu, beragam sembahan ini. Hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkan aku, dan melindungi aku sehingga aku (mampu) menyampaikan dari Allah apa-apa yang aku diutus dengannya (ibidem, jilid I/285).
Maka merupakan suatu keharusan untuk aktivitas thalabun nushrah dan mencari perlindungan terhadap dakwah memenuhi dua syarat, yaitu:

Hendaknya thalabun nushrah diminta dari sebuah jamaah, baik diminta dari jamaahnya secara langsung atau dari individu yang merupakan representasi dari jamaah tersebut.
Hendaknya jamaah/kelompok tersebut diduga kuat memiliki kemampuan untuk menolong dan melindungi dakwah.
Dalam kesempatan lain sepulangnya dari Thaif, Rasulullah saw menawarkan dirinya pada sekelompok orang dari kabilah Kilab yang disebut sebagai Bani Abdillah. Orang-orang ini dianggap sebagai kelompok kuat dalam sebuah negara. Ibnu Hisyam berkata dari nabi saw, Bahwa beliau mendatangi kabilah Kilab ditempat-tempat istirahat mereka, yang dikenal sebagai Bani Abdillah. Kemudian Rasulullah menyeru mereka agar beriman kepada Allah Swt dan menawarkan diri beliau pada mereka. Bahkan sampai berkata pada mereka, Ya Bani Abdillah, sesungguhnya Allah azza wajalla telah memberi kebaikan kepada nama bapak kalian (ibidem, jilid I/286).

Rasulullah saw juga menawarkan dirinya kepada bani Amr bin Sha’sha’ah, dan meminta mereka untuk melindunginya dan berdiri di pihak beliau dalam menghadapi orang-orang Quraisy serta membawa beliau ke kampung halaman mereka. Mereka bersedia memberikan perlindungan dan pertolongannya dengan meminta syarat kepada Rasulullah saw. Tetapi beliau saw menolak dengan tegas syarat tersebut.

Rasulullah berbicara dengan utusan yang datang dari Madinah ke kota Makkah yang merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin Rafi’. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin Mu’adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan jamaah yang kuat di Madinah. Kemudian Rasulullah berbicara dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Mereka mengambil tugas untuk meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlin dungan (nushrah) didapatkan melalui mereka.

Pada pertemuan berikutnya terjadilah peristiwa bai’at aqabah yang pertama. Lalu dikirimkannya Mush’ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam di kota itu, meraih dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada tahun berikutnya datang tujuh puluh tiga laki-laki dan dua orang wanita dari kota Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam dari incaran musuh-musuh Islam dan kaum Muslim.Peristiwa tersebut dikenal sebagai bai’at aqabah kedua.

Belum genap setahun, Rasulullah saw dan sebagian besar kaum Muslim melaksanakan hijrah ke kota Madinah. Disanalah beliau saw secara de facto memperoleh kepemimpinan dan kekuasaan. Dengan demikian metoda thalabun nushroh yang sebelumnya beliau lakukan secara terus menerus terhadap berbagai kabilah kuat (seperti yang dilakukannya terhadap kabilah Tsaqif, kabilah Kindah, kabilah Hanifah, kabilah Amr bin Sha’sha’ah hingga kepada kabilah Khajraj dan Aus) telah berhasil diraih, dengan memperoleh perlindungan dan pertolongan dari penduduk Khajraj dan Aus yang berasal dari kota Madinah.

Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa thalabun nushrah mencakup setiap jamaah/kelompok yang diduga kuat (secara politis) memiliki kemampuan untuk menolong dakwah, baik berbentuk sebuah negara ataupun sebuah jamaah/kelompok dalam suatu negara.

Berdasarkan hal ini nushroh bisa ditawarkan kepada suatu jamaah/kelompok yang berupa suatu negara. Yang penting negara itu merdeka dan tidak dalam dominasi kekuasaan orang-orang atau negara kafir. Atau sekelompok perwira militer (seperti panglima dan para kepala staf angkatan) yang mempunyai pengaruh. Atau seorang pemimpin yang mempunyai pengaruh disuatu negeri (seperti kepala negara dan perdana menteri). Atau sekelompok orang dari sebuah jamaah/kelompok yang kuat dari suatu kabilah atau partai politik terbesar, yang mampu mengemban tugas untuk mendapatkan pertolongan dari kaum atau jamaah mereka.

Khatimah

Inilah hal-hal yang bisa dipahami dari kajian terhadap sirah Rasulullah saw dan kajian terhadap realitas dakwah pada saat ini. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan untuk mengikuti manhaj beliau saw. dalam perjalanan dakwah, sebagai sebuah hukum yang berasal dari Rasulullah saw. Dan inilah manhaj/metoda yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk menapaki kekuasaan tatkala masyarakat tengah dikungkung oleh sistem yang kufur, yaitu melalui jalan pemikiran, politik, dan tanpa kekerasan disertai thalabun nushrah dan dukungan umat. Allah SWT berjanji untuk menolong orang-orang mukmin yang berpegang teguh pada syariat-Nya. Dia SWT berfirman:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (Qs. Al Hajj 40).

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي
لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.(QS. An Nuur 55).

- 27 Agustus 2009

Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/08/27/dakwah-islam-pemikiran-politik-dan-tanpa-kekerasan/
18 September 2009

Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah Islam

Jika seorang Muslim dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu antara permasalahan dirinya sendiri dengan permasalahan umat, maka sudah seharusnya ia mendahulukan permasalahan yang dihadapi oleh umat. Sikap mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya pribadi merupakan sikap mulia dan termasuk ke dalam bentuk pemikiran yang bernilai tinggi. Sedemikian besar perhatian Islam terhadap permasalahan umat, Islam sampai menggolongkan orang yang tidak peduli dengan permasalahan umat sebagai orang yang tidak berguna, dan tidak tergolong ke dalam kelompok umat Muhammad. Rasulullah Saw:

Siapa saja yang bangun pagi, sementara ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka ia tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia tidaklah termasuk golongan mereka. [HR. ath-Thabrani dari Abu Dzar al-Ghifari].

Islam tidak pernah membiarkan salah seorang dari para penganutnya bebas dari tanggung jawab. Sebaliknya, Islam memberikan kepada mereka beban tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia, jika ia telah mencapai status akil balig. Rasulullah Saw bersabda:

Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemim-pinannya. Seorang pria (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepe-mimpinannya. Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing harus mempertanggungjawabkan kepemim-pinannya. [HR. al-Bukhari Muslim].

Tanggung jawab semacam ini, bisa semakin luas bisa pula semakin sempit, sesuai dengan kondisi yang dibebankan kepadanya. Jika orang yang menerima hukum taklif (beban hukum) dapat melakukannya sendiri, misalnya beban untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya, atau memberi makan kepada tetangganya yang kelaparan, atau menolong orang-orang yang menderita; maka beban tersebut menjadi tanggung jawab individu. Sebab, lingkup aktivitasnya masih dalam jangkauan kemampuan seseorang untuk berbuat.

Tanggung Jawab Individu, Umat, Dan Negara

Namun demikian, jika seorang individu tidak dapat menjalankannya, kecuali bersama-sama dengan jamaah kaum Muslim, atau hukum Islam telah membebankan suatu perkara kepada jamaah —misalnya saja mengemban dakwah Islam untuk menegakkan Khilafah Islamiyah dalam rangka menerapkan syariat Islam, atau melakukan koreksi (muhâsabah) terhadap penguasa, atau melaksanakan jihad fi sabilillah— dalam keadaan seperti ini, cakupan tanggung jawabnya meluas hingga harus dipikul oleh jamaah kaum Muslim, atau oleh institusi negara (Khilafah Islamiyah).

Sebagian besar dari beban hukum yang telah diberikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya kepada kaum Muslim tidaklah merupakan tanggung jawab seorang individu Muslim. Bahkan, sebagian besar sistem hukum Islam —dalam hal pelaksanaan praktisnya— dibebankan kepada negara sebagai pihak yang mengatur, memelihara, dan menjaga umat dalam menjalankan sistem hukum Islam. Siapa yang mampu mengatur pelaksanaan sistem ekonomi Islam, sistem sosial Islam, sistem militer Islam, sistem pendidikan Islam, sistem politik luar negeri Islam, sistem pemerintahan Islam, sistem peradilan Islam, dan sejenisnya? Tentu bukan individu Muslim, melainkan negara (penguasa dan seluruh staf pemerintahannya).

Oleh karena itu, tanggung jawab dalam menerapkan sistem hukum Islam menjadi tanggung jawab jamaah (yaitu seluruh kaum Muslim dan penguasa), bukan tanggung jawab individu. Demikian pula dengan kewajiban kaum Muslim untuk mengemban dakwah Islam. Kewajiban ini bukan saja harus dijalankan oleh seorang individu Muslim, melainkan oleh seluruh kaum Muslim, termasuk negara (penguasa). Kewajiban ini sama-sama menimpa seorang Muslim yang faqih maupun yang awam, perempuan maupun lelaki, individu maupun masyarakat dan negara.

Sasaran beban dakwah yang bukan hanya mencakup tanggung jawab individu tetapi juga menjadi ranaggung jawab jamaah dan bahkan negara (penguasa), sangat tampak dalam nash-nash berikut ini:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk golongan kaum Muslim”?(Qs. Fushshilat [41]: 33).

Ayat di atas ditujukan kepada individu Muslim, siapa pun orangnya, untuk menjalankan aktivitas dakwah Islam.

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang mengajak pada kebajikan (Islam), memerintahkan yang makruf, dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung. (Qs. Ali-Imraan [3]: 104).

Ayat ini ditujukan kepada sekelompok kaum Muslim —sebagai sebuah jamaah— untuk menjalankan aktivitas dakwah Islam dan amar makruf nahi mungkar.

Dalam suatu hadis disebutkan demikian:

Rasulullah Saw tidak pernah memerangi suatu kaum melainkan sesudah terlebih dulu menyampaikan dakwah Islam kepada mereka. [HR. Ahmad, al-Hakim, dan ath-Thabrani].

Hadis ini menjelaskan kedudukan Rasulullah Saw sebagai kepala negara (penguasa) yang menjalankan aktivitas dakwah terlebih dulu (yaitu mengajak orang-orang kafir agar memeluk Islam atau bersedia tunduk di bawah kekuasaan Islam), sebelum —jika mereka menolak—melakukan jihad fi sabilillah untuk membuka dan mengubah Darul Kufur menjadi Darul Islam.

Walhasil, tanggung jawab umat Islam dalam mengemban dakwah dapat disimpulkan pada dua kondisi: (1) Jika kaum Muslim telah menjalankan sistem hukum Islam dan Daulah Islam telah berdiri berdasarkan akidah Islam, maka mereka wajib menyampaikan dakwah Islam kepada orang-orang kafir yang ada di berbagai negara. (2) Jika kaum Muslim belum dapat menjalankan sistem hukum Islam secara total, dan Daulah Islam belum tegak, maka kewajiban yang utama atas kaum Muslim adalah mengemban dakwah Islam dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam yang telah lenyap, yaitu dengan jalan mendirikan Daulah Islam yang berdiri berasaskan akidah Islam dan yang akan menerapkan sistem hukum Islam secara total.

Bahaya yang Mengancam Eksistensi Kaum Muslim

Saat ini, kaum Muslim berada dalam lingkungan masyarakat yang menganut berbagai pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Bahaya-bahaya yang mengancam tubuh kaum Muslim berasal dari luar (eksternal) maupun berasal dari dalam (internal) kaum Muslim. Bahaya-bahaya itu antara lain:

A. Bahaya eksternal, mencakup: (1) Berkembangnya pemikiran-pemikiran yang berasal dari peradaban Barat yang menekankan doktrin pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). (2) Pemikiran Komunisme atau Sosialisme yang menolak adanya unsur agama dan mengatakan bahwa agama adalah candu yang membahayakan masyarakat. (3) Pemikiran-pemikiran lain yang membahayakan aqidah Islam dan syariatnya yang berasal dari Barat seperti: nasionalisme, demokrasi, pluralisme, liberalisme, dan yang sejenisnya.

B. Bahaya internal, mencakup muncul dan berkembangnya gerakan-gerakan penghancur seperti Ahmadiyah, Baha’iyah, aliran kebatinan, inkarus sunnah, freemasonry, ideologi Dunia Ketiga (yang dikembangkan oleh Khadafi di Libia), dan sejenisnya.

Semua itu muncul sebagai akibat dari serangan pemikiran (ghazw al-fikr) yang dilontarkan oleh Dunia Barat yang kafir kepada kaum Muslim. Di samping itu, serangan-serangan dalam wujud manuver politik, ekonomi, hingga militer terus melanda negeri-negeri kaum Muslim hingga saat ini; tanpa bisa dibendung lagi oleh kaum Muslim. Selain itu, identitas kaum Muslim yang memiliki standar pemikiran yang mengacu pada akidahnya yang jernih dan syariatnya yang agung lambat laun sirna; peranannya digantikan oleh akal, faktor kemaslahatan, adat istiadat, tradisi, bahkan hawa nafsu semata. Mereka tidak lagi menjadikan halal-haram sebagai tolok ukurnya.

Jika hal ini dibiarkan, sementara kaum Muslim melepas tanggung jawabnya dan tidak peduli dengan kondisi yang melanda mereka, maka kehancuran umat ini hanya soal waktu.

Tanggung Jawab Kaum Muslim Saat Ini

Dalam rangka merealisasikan berdirinya Negara Khilafah —yang akan menjamin dilanjutkannya kembali kehidupan Islam, menerapkan seluruh sistem hukum Islam secara total, serta mengemban dakwah Islam ke luar negeri dengan jalan dakwah dan jihad— maka harus ada pertarungan pemikiran (ash-shira’ al-fikrî) untuk menghancurkan dan melenyapkan seluruh pemikiran kufur yang betolak belakang dengan akidah dan syariat Islam. Tujuannya adalah agar kaum Muslim dapat menemukan kembali pemikiran-pemikiran Islam yang mampu mengatasi seluruh problematika kehidupan manusia, sekaligus mencampakkan seluruh bentuk pemikiran kufur yang bertentangan dengan Islam dan nyata-nyata telah menjadi standar sebagian besar kaum Muslim di seluruh dunia.

Pertarungan pemikiran dilakukan dengan cara mengungkap kerusakan, kekeliruan, kelemahan, dan ketidakberdayaan pemikiran-pemikiran kufur tersebut, yang memang tidak layak dijadikan tolok ukur bagi kaum Muslim dalam menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam waktu yang sama, harus dijelaskan keagungan pemikiran Islam, terutama sebagai pemikiran praktis yang layak dijadikan satu-satunya tolok ukur bagi seluruh umat manusia.

Di samping itu, hal ini membutuhkan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsî) yang sungguh-sungguh dari segenap kaum Muslim. Dengan itu, tujuan utamanya, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, dapat tercapai. Perjuangan politik tersebut dilakukan dengan jalan:

1. Membeberkan setiap pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara imperialis, termasuk tindakan-tindakan kriminal dan persekongkolan jahat mereka terhadap kaum Muslim.

2. Menjelaskan berbagai bahaya kecurangan politik yang diterapkan secara paksa atas negeri-negeri kaum Muslim.

3. Mengungkap hakikat oknum-oknum penguasa yang menjadi antek-antek musuh-musuh Islam dan kaum Muslim.

4. Menjelaskan hakikat tokoh-tokoh politik yang menentang Islam dan bersikap munafik, baik yang berasal dari kalangan partai-partai politik, pejabat pemerintah, ataupun intelektual Muslim yang selalu menyesatkan kaum Muslim, memutarbalikkan fakta, dan mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan.

5. Menjatuhkan martabat kepemimpinan beserta pribadi para tokoh yang aktivitasnya hanya menyesatkan umat Islam.

Dalam menjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik ini (ash-shirâ’ al-fikrî wa al-kifâh as-siyâsî) ini, kaum Muslim tidak diperkenankan bermanis muka terhadap musuh-musuh Islam dan seluruh kaki tangan mereka. Allah SWT telah melarang Rasulullah Saw bersikap lunak dan bermanis muka terhadap musuh-musuh Islam. Allah SWT berfirman:

Janganlah kamu mengikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula) kepadamu. (Qs. al-Qalam [68]: 8-9).

Perjuangan politik harus terus dilakukan sampai para penguasa bersedia tunduk kepada Islam, sekaligus rela meninggalkan kezaliman, pengkhianatan, dan persekongkolan dengan musuh-musuh Islam. Aktivitas perjuangan politik ini harus terus dilakukan meskipun menghadapi berbagai tantangan, kesulitan, dan bahaya yang bisa mengorbankan harta maupun jiwa.

Tanpa kesadaran politik, pertarungan pemikiran, dan perjuangan politik, maka para pengemban dakwah Islam tidak akan menyadari problematika umat yang sebenarnya. Artinya, mereka tidak akan menjumpai jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi umat Islam. Mereka juga pasti tidak akan mampu mengatur dan memelihara urusan-urusan umat, jika —pada suatu saat— roda pemerintahan dialihkan dan diberikan kepada mereka.

Dengan demikian, selama seorang pengemban dakwah tidak berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Islamnya yang jernih serta berusaha memiliki kesadaran politik yang tinggi dengan manjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik, maka tidak mungkin ia menjadi pemimpin umat. Ia hanya mampu menjadi seorang pengajar, khatib, syaikh, dan sejenisnya.

29 Januari 2007

Sumber :
Majalah al-Wa'ie, No. 6, dalam :
http://hayatulislam.wordpress.com/2007/01/29/tanggung-jawab-umat-dalam-dakwah-islam/
18 September 2009

Sentuhan-sentuhan Tarbiyah: Hakikat Dakwah Islam

Bahwa diantara hakikat dakwah Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya adalah dalam rangka mewujudkan kesejahtaraan umat baik di dunia dan di akhirat, dengan bermanhajkan Islam, berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah. Dan tentunya, selain mewujudkan itu, bahwa hakikat dakwah juga ingin memberikan kontribusi perbaikan; terutama pada tiga pokok penting, yaitu:
1. Menyeru kepada manusia seluruhnya dan umat Islam secara khusus untuk berserah diri (beribadah) secara total kepada Allah SWT Yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan tidak menjadikan selain Allah sebagai sesembahan.
2. Menyeru kepada mereka yang telah beriman kepada Allah untuk selalu ikhlas dalam berbuat, dan selalu membersihkan diri dari segala kotoran dzahir dan bathin serta dari perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
3. Menyeru kepada manusia untuk melakukan revolusi menyeluruh terhadap sistem dan rezim pemerintahan konvensional yang bathil yang selalu melakukan kedzaliman dan kerusakan di muka bumi ini, melepas diri mereka dari belenggu monotheisme ideologi dan praktek-praktek yang menjurus pada perbuatan dosa dan keji, untuk selanjutnya diserahkan kapada hamba Allah yang salih dan yang beriman kepada Allah dengan ikhlas dan kepada hari akhir, serta berpegang teguh kepada agama yang benar dan tidak berbuat sombong dan dzalim.
Tiga hakikat diatasn merupakan prinsip yang sangat gamblang dan terang seterang sinar mentari di siang bolong. Namun ironisnya cahaya ini lambat laun meredup, hakikat kebenarannya telah terhijab seiring dengan menjamurnya kebodohan, kejumudan dan keterbelakangan, hingga akhirnya umat Islam membutuhkan kembali akan pencerahan dan sentuhan Islam nan agung, baik dari segi visi dan misinya, yang tentunya akan memperlambat jalannya da’wah untuk kalangan non muslim dan kepada mereka yang belum tersentuh akan cahaya dan hidayah Islam.
Sesungguhnya penghambaan diri kepada Yang Maha Esa yang selalu diserukan oleh Islam, bukan sekedar mengajak mereka untuk beribadah dan menghambakan diri kepada Allah SWT, namun di luar itu, mereka juga diseru untuk merasa bebas dan lepas dari ikatan selain Islam seperti yang pernah dilakukan oleh umat jahiliyah dahulu. Dan tidak menyeru mereka untuk hanya mengakui bahwa Allah SWT Pencipta alam semesta ini, Pemberi rizki kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia patut disembah tanpa mengakui-Nya dan menjadikan-Nya sebagai Penguasa kehidupan dari segala permasalahan yang ada di muka bumi ini. Kita ketahui bahwa kehidupan dunia dan problematikanya terbagi pada dua bagian penting :
1. Kehidupan yang berhubungan dengan agama.
2. Kehidupan yang bukan saja terbatas pada hubungan agama namun juga meliputi kehidupan dunia dan segala permasalahannya.
Dan seorang muslim pada bagian pertama dituntut untuk mengabdikan dirinya kepada Allah semata yang melingkupi segi aqidah, ibadah dan segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan kehidupan individu dan problematikanya.
Adapun pada bagian kedua mencakup pada kehidupan duniawi dan cabang-cabangnya seperti pembangunan, kehidupan politik, sosial, akhlak, dan lain-lain yang pada kebanyakan orang menganggapnya tidak memiliki hubungan dengan Allah dan hukum-hukum-Nya, sehingga mereka bisa berbuat semaunya dan sekehendaknya, tanpa mengindahkan hukum dan syariat Allah, membuat undang-undang atau hukum yang bertentangan dengan syariat Allah. Persepsi ini merupakan kesalahan yang sangat fatal. Namun bagi para aktivis da’wah di negeri ini –dan tentunya yang berada diseluruh penjuru dunia, karena memang agama Islam adalah satu, tidak ada perbedaan sedikitpun, Kitabnya satu yaitu Al-Quran, yang tidak ada kebatilan sedikitpun, baik di hadapan dan di belakangnya- menganggap bahwa persepsi mereka adalah salah dan menyimpang dari ajaran Islam, dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya, karena pengertian ubudiyah secara parsial akan mengaburkan keabsahan dan kemurnian ajaran Islam dan menghilangkan ideologi Islam yang benar.
Adapun pendapat dan keyakinan kami adalah seperti yang akan selalu kami serukan kepada seluruh umat manusia dimuka bumi ini; bahwa ubudiyah kepada Allah yang telah dibawa dan diserukan oleh nabi Adam AS hingga Rasulullah SAW adalah peng-ikraran diri bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT, tempat bergantung semua makhluk, pembuat keputusan/undang-undang (hakim), Dzat yang wajib ditaati, Pemilik dan Pengatur segala urusan makhluk-Nya, Maha mengetahui segala perkara mereka, baik yang tersembunyi maupun yang tampak, Yang berhak memberikan ganjaran setiap amal dan perbuatan hamba, sehingga para makhluk-Nya patut tunduk dan meyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas dalam menganut ajaran-Nya, tunduk terhadap kebesaran-Nya, segala urusan dan perkaranya diserahkan kepada-Nya, baik individu ataupun sosial, yang berkaitan dengan akhlak, politik, ekonomi, maupun sosial. Sebagaimana yang tertera dalam perintah Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian kedalam agama Islam secara totalitas”. (QS 2 : 208)
yaitu perintah untuk memeluk agama Islam secara kaffah (totalitas), dengan seluruh kehidupan, tidak melakukan bantahan sedikitpun, dan tidak menduakan Kekuasaan dan Kerajaan Allah pada makhluk lainnya. Tidak menganggap bahwa ada sisi kehidupan yang terlepas dari pantauan Allah sehingga bisa bebas berbuat dan membuat undang-undang sekendaknya, atau memilih dan mengekor pada sistem dan undang-undang atau hukum konvensional yang bathil sekehandaknya.
Inilah maksud dari pengertian ubudiyah (penghambaan diri) kepada Allah yang hendak kami sosialisasikan dan kami syiarkan dan da’wahkan kepada seluruh umat manusia, kaum muslimin dan umat lainnya, sehingga mereka mau beriman dan mengakui akan kekuasaan Allah dan tunduk kepada-Nya.
“Kami menginginkan kepada mereka yang mengaku dirinya beriman kepada islam dan berpegang teguh kepada iman, untuk selalu mentazkiyah (mensucikan) dirinya dari sifat kemunafikan dan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam”.
Maksud nifaq disini adalah mengaku dirinya beriman kepada sistem tertentu dan loyal kepadanya, berpegang teguh kepada prinsip-prinsipnya, namun pada sisi lain dia merasa tenang dan rela denga sistem yang bertentangan dengan yang semula diyakini. Dan tidak berusaha atau bersungguh-sungguh untuk merubah sistem tersebut kepada yang lebih baik, dengan mengerahkan tenaga dan potensi yang dimiliki guna menghancurkan segala sistem kebatilan hingga keakar-akarnya, atau adanya kebatilan yang ada dtengah-tengah masyarakatnya namun dia merasa hidup tenang dan tentram tanpa ada usaha sedikitpun memperbaikinya.
Sikap diatas merupakan contoh orang munafik, karena pada satu sisi beriman kepada suatu sistem, namun pada sisi lain merasa tenang terhadap kemungkaran dan kebatilan yang terjadi. Padahal diantara tuntutan keimanan adalah memiliki keinginan yang kuat dalam sanubarinya untuk menegakkan kalimatullah (agama Allah) dan menjadikan agama dan segala urusannya hanya untuk Allah SWT, memberantas segala kekuasaan yang bertentangan dengan Islam, dan siap mengemban amanah da’wah Islam untuk disebarkan kepada segenap manusia, hatinya tidak merasa tenang dan tentram jika agamanya dilecehkan orang.
Begitupaun hendaknya, jika keimanan telah terpatri dalam hati; memiliki kecemasan dan kekhawatiran serta tidak merasa tenang sebelum keadilan kembali tegak dan kokoh dibawah panji-panji Islam, atau sebelum ajaran Islam diterapkan oleh seluruh umat manusia. Namun jika merasa ridla atau puas dengan keadaan hidupnya di bawah sistem dan undang-undang konvensional yang bathil, dan tidak berusaha menerapkan ajaran Islam kecuali pada permasalahan yang terbatas seperti pernikahan, thalak dan warisan saja, -jika keadaannya demikian- sungguh hal ini merupakan kemunafikan yang nyata, keislamannya hanya sebatas KTP saja, yang tercatat dicatatan sipil, namun diluar itu, ia enggan menerapkan Islam dan tidak mau tunduk pada syari’at-Nya, kecuali hanya berpura-pura, hanya karena ingin mengharap kesenangan hidup di dunia yang fana.
Harapan kami adalah agar mereka yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada keimanannya untuk selalu membersihkan diri mereka dari sifat kemunafikan dan prilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sesungguhnya diantara hak keimanan adalah –setidaknya- memiliki cita-cita yang tertanam dalam lubuk hati untuk menjadikan sistem kehidupan, ekonomi dan sosial dan politik seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW tegak kembali, mulia dan tinggi, dan diaplikasikan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa ada seorangpun yang menentangnya, atau menjadi penghalang akan perjalanannya. Bagaimana mungkin seseorang bisa hidup dan rela di tengah kehidupan yang memiliki sistem yang bathil ? bagi mereka yang berani menegakkan bendera kebatilan sungguh merupakan kesesatan yang sangat nyata, dan penyimpangan yang melampaui batas serta pembangkangan yang amat besar. Semoga Allah SWT melindungi kita dari keburukan seperti hal diatas.
Adapun maksud dari kontradiksi yang dituntut untuk dihindari –tanpa ada perbedaan antara umat islam yang kental agamanya dengan orang yang baru tersentuh ajaran Islam- adalah adanya pertentangan antara perkataan dan perbuatan. Sebagaimana yang dimaksud disini adalah bertentangannya aktivitas sehari-hari dengan kegiatan yang lain. Karena Islam tidak mengajarkan kepada umatnya untuk mentaati perintah dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya secara parsial, sehingga pada sisi lain boleh melakukan apa saja yang bertentangan dengan ajaran Islam, atau berbuat maksiat dan melanggar konstitusi Allah. Sebagaimana tuntutan lainnya adalah menyerahkan seluruh jiwa raganya dan kehidupannya untuk Allah SWT, tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap segala yang telah diperintahkan, dan tidak mengambil undang-undang apapun kecuali undang-undang Allah SWT yang universal, dan mencelupkan dirinya dengan celupan Allah, tidak terkontaminasi dengan kehidupan dunia yang fana. Selalu memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya saat dirinya tercebur ke dalam perbuatan salah dan maksiat, atau terjerumus ke dalam jurang yang menyesatkan. Orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT, mendirikan shalat, berpuasa dan menunaikan ajaran-ajaran Islam lainnya, namun pada sisi lain merasa merdeka dan tidak memiliki ikatan terhadap hukum dan syari’at Allah SWT, maka yang demikian disebut dengan pertentangan yang dapat menafikan nilai-nilai ubudiyah. Mengaku beriman kepada Allah dan loyal kepada ajaran-ajaran-Nya, tapi saat bergelut dalam kehidupan duniawi, dan berkecimpung dalam kehidupan berpolitik, ekonomi dan sosial, tidak ada sama sekali ajaran Islam yang menjadi pegangan hidup dan memberikan pengaruh pada dirinya apalagi menampakkan dirinya sebagai penganut Islam sejati.
Cela dan kehinaan mana yang lebih besar dari yang demikian ? mereka berikrar setiap pagi dan sore : “Bahwa kami tidak menyembah kecuali kepada Allah dan memohon pertolongan kecuali kepada-Nya”. Namun setelah itu sama sekali tidak ada atsar (pengaruh) akan ikrarnya, baik dalam dirinya dan kehidupannya sehari-hari. Padahal segala teori ataupun ideologinya haruslah tunduk pada ketentuan yang Maha Perkasa dan Maha Sombong di muka bumi ini, seluruhnya tanpa terkecuali harus berserah diri kepada-Nya dan tunduk pada keperkasaan-Nya.
Itulah maksud dari kontradiksi dan tanda-tandanya, dan inilah dasar dari penyakit yang banyak menimpa kaum muslimin baik secara moral dan sosial. Selama penyakit moral ini masih melekat dalam diri umat Islam, maka sangat sulit diharapkan untuk dapat menghindar dari kehinaan, kemerosotan dan kejumudan, dan penyakit ini akan terus menjalar dan menular kepada generasi selanjutnya, hingga akhirnya mengarah pada titik kejatuhan dan kehancuran.
Dan yang lebih ironi lagi adalah para ulama dan masyaikh yang tidak menyadari akan krisis tersebut, mereka hanya mengajarkan bahwa dalam hidup beragama hanyalah terbatas pada kalimat syahadat, mendirikan shalat, berpuasa dan menunaikan ibadah ritual lainnya. Mereka berkeyakinan setelah memenuhi ajaran tersebut dirinya akan terjamin dari azab dan siksa neraka, bahkan akan mendekatkan dirinya pada pintu surga dan tidak jauh darinya, walaupun pada sisi lain dia melakukan kemungkaran dan kemaksiatan, atau mengikuti pemimpin yang mereka sukai walaupun mereka kafir dan sesat, atau memilih ideologi dan pandangan-pandangan palsu yang sesuai dengan hawa nafsu mereka. Sungguh sangat berani melecehkan agama Islam dengan hanya memandang bahwa agama hanya terbatas pada kehidupan ritual belaka, menganggap bahwa dengan menggunakan nama Islam akan diakui oleh catatan sipil sebagai orang Islam sudah cukup, seakan mereka seperti orang yang dimaksudkan Allah SWT dalam firman-Nya
لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّاماً مَعْدُودَةً
Mereka berkata : “kami sama sekali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja”. (QS. 2 : 80)
Diantara hasil dari menyebarnya penyakit menular ini dapat dilihat dalam ruh dan tubuh kaum muslimin; ada diantara mereka yang menganut ajaran komunis, nazi, borjouis, demokratis dan ajaran-ajaran konvensional bathil lainnya yang diimpor dari Timur dan Barat. Banyak diantara mereka –baik dari kalangan pejabat, pemimpin dan masyarakat- yang tidak sadar ataupun sadar sedang menapaki jalan kesesatan dan kekufuran, bahkan ada diantara mereka yang bangga dan dengan angkuh dan sombong berdiri dijalan kesesatan tersebut tanpa ada alasan yang benar.
Hal tersebut merupakan fenomena yang harus diberantas dalam rangka mewujudkan dan mengaplikasikan nilai ubudiyah (pengabdian) kepada Allah secara kaffah (menyeluruh), tulus dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam karena Allah SWT, bersegera membersihkan diri dari segala kemunafikan dan ajaran-ajaran yang bertentangan dan berseberangan dengan ajaran Islam, dan tentunya –tidak bisa dipungkiri memang- tidak akan terwujud kecuali dengan melakukan revolusi secara menyeluruh terhadap sistem dan menajemen hidup yang dikelilingi oleh kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, sistem dikuasai oleh mereka yang selalu berbuat penyimpangan terhadap ajaran dan syariat Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW, lalai dalam beribadah dan berprilaku congkak.
Selama krisis ini masih menyelimuti dunia, dan pemerintahan masih dipegang oleh mereka, selama bidang keilmuan dan science, etika (adab), pengetahuan, undang-undang pemerintahan dan sistem kenegaraan, industri, perdagangan dan kekayaan, masih berada di bawah pengaruh dan tangan mereka, maka sulit bagi seorang muslim untuk hidup dengan tenang dalam rangka menjalankan prinsip yang mereka yakini sesuai dengan manhaj rabbani, bahkan sulit bagi mereka untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata mereka kecuali akan menemui berbagai benturan dan rintangan.
Mustahil bagi seorang muslim menyebarkan agama Islam yang komprehensip dengan segala ketentuan dan cabang-cabangnya, sedang ia masih hidup di tengah negara yang menggunakan undang-undang selain undang-undang Allah, dan berjalan bukan pada manhaj yang di ridlai Allah SWT. Bahkan sangat sulit baginya untuk mentarbiyah keluarganya dengan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip agama Allah (Islam), membina dengan Akhlak dan etika islam yang murni. Karena rezim kekafiran tidak akan pernah rela terhadapnya dan akan terus berusaha menghalangi langkah mereka dalam menjalankan dan mengaplikasikan apalagi menyebarkan ajaran Islam, bahkan dengan cara membunuhpun akan mereka lakukan, kecuali mereka mau tunduk dan patuh kepada aturan yang mereka buat, berprilaku seperti mereka, sehingga secara berangsur-angsur –jika menuruti kemauan mereka- akan lepas atribut Islam yang mereka sandang, akhlak mereka hancur sementara mereka tidak sadar.
Realisasinya adalah bahwa seorang muslim yang mukhlis harus membersihkan dirinya dari benih-benih kemungkaran dan kedzaliman dengan cara mengaplikasikan hukum dan undang-undang dan syariat Islam secara adil, lurus dan benar.
Sekali lagi saya katakan, bahwa semua ini tidak akan terealisir dan hanya akan menjadi impian belaka selama dunia ini masih berada di bawah kendali para penguasa dzalim dan suka berbuat makar, berbuat kerusakan di muka bumi, dan menjalankan pemerintahan sekehendak dan hawa nafsu mereka. Fakta yang telah kita alami memang demikian, bahwa saat para pengusasa dzalim menguasai pemerintahan, maka orang nomor satu akan yang menjadi penghalang perkembangan ajaran Islam adalah mereka, merekalah yang akan selalu menghalangi terwujudnya perdamaian dan keadilan.
Kita sadari memang sulit menggapai cita-cita dalam memperbaiki dunia, mengembalikan segala urusan dunia ke jalan menuju cahaya ilahi, selama para tughat dan pembuat makar menguasai dan memegang tampuk pemerintahan, baik yang berskala kecil ataupun besar.
Karena itu diantara tuntutan, realisasi dan wujud pengabdian kita terhadap Allah dan Islam adalah bersungguh-sungguh dan giat mengerahkan segala potensi yang kita miliki secara berkala dan berkesinambungan untuk menghancurkan pemerintahan yang kufur, sesat dan dzalim hingga keakar-akarnya dan menggantinya dengan pemimpin yang adil dan pemerintahan yang baik dan benar.
Kemungkinan sebagian kita ada yang bertanya-tanya : bagaimana caranya merevolusi kekuasaaan dan pemerintahan tersebut ? dapat kami jawab, bahwa pada dasarnya usaha ini tidaklah teralisir melalui angan-angan dan mimpi saja, dan merupakan sunnatullah yang ada di muka bumi ini bahwa ada diantara manusia yang selalu berbuat kemungkaran dan kedzaliman, dan memegang pemerintahan dengan cara batil.
Usaha ini tentunya memerlukan strategi dan energi, perlu adanya karakter yang tangguh dan akhlak yang mulia pada setiap orang yang siap mengemban amanah ini, sehingga ia dapat menjalankan roda pemerintahan secara adil dan bijaksana.
Dan merupakan sunnatullah juga bahwa Allah akan mengutus seseorang yang dikehendaki yang memiliki sifat terpuji dan akhlak yang mulia serta kemampuan yang memadai untuk mengemban amanah da’wah dan memangku jabatan dalam pemerintahan. Namun jika ada sekelompok umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, memiliki sifat (karakteristik) dan akhlak yang mulia, namun tidak pandai mengoperasikan urusan dunia. Dan pada sisi lain ada sekelompok manusia yang tidak memiliki akhlak dan sifat terpuji, suka berbuat kedzaliman, dan sombong, namun memiliki kapabilitas dalam memangku jabatan dan mengopersikannya, maka tetap tidak menganggapnya sebagai sunnatullah (hukum alam), karena pada akhirnya nanti mereka akan selalu menyebarkan kefasikan dan kedzaliman dan kerusakan di muka bumi, berbuat sesuai dengan hawa nafsu.
Adapun cara merevolusi yang kami maksudkan adalah dengan mempersiapkan jamaah yang shaleh, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, berpegang teguh kepada akhlak yang mulia, memiliki sifat dan karakteristik yang terpuji sebagai syarat utama dalam mengoprasikan urusan dunia secara adil, memiliki izzah dan wibawa saat berhadapan dengan pemimpin yang kafir dan sesat beserta antek-anteknya yang telah berperan aktif dalam menyebarkan krisis multidimensi di seluruh dunia, dan memiliki kemampuan, keterampilan dan kompetensi yang lazim dalam memegang tampuk kekuasaan.
_________________________________________________
Makalah ini adalah bagian dari ceramah ust. Abul A’la Al-Maududi yang berjudul “Ad-Da’wah Al-Islamiyah Fikrotan wa Manhajan –da’wah Islam secara fikrah dan manhaj-“ pada acara pertemuan jama’ah Islamiyah yang diadakan di desa “Darul Islam di India” pada bulan April, tahun 1945 M, yang dihadiri oleh sekuruh anggota jamaah Islamiyah di India saat itu.

- 15/7/2008 | 12 Rajab 1429 H

Sumber :
Penterjemah:
Abu Ahmad
http://www.al-ikhwan.net/sentuhan-sentuhan-tarbiyah-hakikat-dakwah-islam-403/
18 September 2009